Gonta-ganti Pasangan serta Risiko Penyakit Mematikan

Gonta-ganti Pasangan serta Risiko Penyakit Mematikan
KOMPAS.com - Pemberitaan tentang perkara hukum yang dibumbui kisah sejumlah wanita di sekelilingnya serta kehidupan para pejabat tinggi yang gonta-ganti pasangan membentuk saya harus mengingatkan bahwa kehidupan seks bebas berisiko berbagai penyakit terutama Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Pengalaman klinis saya sebagai dokter spesialis penyakit dalam menemukan, pasien bersama HIV terjadi kepada semua kalangan. Penyakit ini bisa menulari semua profesi. Ibu rumah tangga (IRT) yang nir gonti-ganti pasanganpun menderita HIV karena mungkin tertular asal suaminya yang suka "jajan" diluar.

Seorang mak muda baik-baik yang akan menikah positif mengidap HIV karena kemungkinan tertular asal mantan pacarnya yang menggunakan narkoba, dimana ketika pacaran sewaktu duduk di bangku SMA pernah berafiliasi seks beberapa kali. Berdasarkan pengalaman ini, untuk memastikan apakah seseorang menderita HIV AIDS, saya nir akan melihat status sosial pasien tersebut walau sehormat apapun status sosial pasien tersebut.

Beberapa kali media pernah menguak kehidupan seks para oknum pejabat serta petinggi negara. Gonta-ganti pasangan sepertinya sesuatu hal yang berjalan lumrah. Pejabat tinggi negara termasuk para penguasa kawasan yang beristri lebih asal satu pula bukan rahasia lagi. Gratifikasi seks pula sudah nir menjadi rahasia awam lagi.

Dari sudut agama, kentara bahwa interaksi seks di luar pernikahan merupakan zinah serta amal ibadah orang yang melakukan zinah  nir diterima selama 40 tahun. Dari sudut kesehatan gonta-ganti pasangan berisiko penyakit, gerombolan penyakit akibat gonta-ganti pasangan ini dimasukan sebagai sexually transmitted disease (STD). Untak para wanita yang gonta-ganti pasangan selain penyakit STD tadi pula berisiko untuk terjadinya kanker mulut rahim sedang untuk laki-laki gonta-ganti pasien akan menambah risiko untuk menderita kanker prostat dikemudian hari.

Saya masih ingat ketiga seseorang pasien laki-laki muda tiba kepada saya karena menderita infeksi kencing nanah (GO) selesainya berafiliasi bersama wanita "baik-baik".

Sang pasien nir habis pikir wanita yang disangka "baik-baik" tersebut ternyata menularkan kencing nanah kepada dirinya. Saat itu saya sampaikan kepada pasien tersebut kalau penyakit kelamin nir mengenal status sosial pasien yang mengalami penyakit kelamin tersebut.

Siapapun yang berafiliasi seks bersama bersama seseorang bersama kehidupan seks gonta-ganti pasangan berpotensi menularkan penyakit yang didapat asal pasangan seks sebelumnya. Pasien bersama HIV positif atau bersama hepatitis B atau C sama bersama orang normal tanpa infeksi virus tersebut. Ketiga penyakit virus ini merupakan penyakit yang bisa ditularkan melalui interaksi seksual.

Yang membedakan bahwa satu bersama yang lain ialah bahwa didalam darah pasien bersama HIV atau pasien bersama hepatitis B atau C mengandung virus tersebut sedang yang lain nir. Secara fisik nir bisa dibedakan siapa yang didalam tubuhnya mengandung virus yang sangat berbahaya tersebut.

Oleh karena itu, ketika kita berafiliasi seks bersama seseorang yang bukan istri kita maka kita sudah berisiko untuk mengalami penyakit infeksi yang berbahaya serta mematikan. Fase tanpa keluhan penderita infeksi virus ini bisa berlangsung selama 5-10 tahun sampai mereka mempunyai gejala. Oleh karena itu seringkali saya mendapatkan pasien yang mengalami HIV AIDS ketika ini serta menganggap tertular kepada ketika 5 atau 10 tahun yang lalu karena mereka mengatakan selesainya menikah 5 tahun belakangan ini mereka nir pernah berafiliasi seks bersama orang lain kecuali kepada istri atau suami sahnya saja.

Kita tahu bahwa penyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang berbahaya serta mematikan.Penyakit ini disebabkan sang virus "Human Immunodeficiency Virus" (HIV), sampai ketika ini vaksin yang established yang bisa dipergunakan secara luas belum ditemukan. Obat-obat anti retroviral (ARV) yang ada ketika ini sudah bisa menekan jumlah virus sampai nir terdeteksi. Bukti klinik membuktikan bahwa pengobatan bersama ARV bisa menekan penyebaran virus sampai lebih 90 %. Di Indonesia ARV ketika ini masih gratis bersama akses gampang untuk mendapatkannya. Memang ketika ini nomor penggunaan ARV di Indonesia masih rendah. Pasien-pasien HIV yang nir mau mengkonsumsi ARV bersama berbagai alasan lebih cepat menghadap Yang Maha Kuasa.

Gejala klinis akibat virus baru ada kepada penderita infeksi HIV yang sudah lanjut, jikalau daya tahan tubuhnya sudah menurun. Berbagai infeksi oportunistik akan ada misalnya sariawan karena fungi kandida, TBC paru, infeksi otak, diare kronik karena infeksi fungi atau parasit atau berupa timbul hitam2 dikulit. Selain itu, pasien HIV yang sudah masuk tahap lanjut ini mengalami berat badan turun. Hasil investigasi laboratorium pasien terinfeksi HIV yang lanjut jumlah lekosit akan kurang asal 5.000 bersama limfosit kurang asal 1.000. Diare kronik, sariawan dimulut serta berat badan turun merupakan gejala utama jikalau pasien sudah mengalami infeksi HIV lanjut serta sudah masuk fase AIDS.

Bagaimana mencegah infeksi ini lebih lanjut?

Stop gonta-ganti pasangan, stop gratifikasi seks. Siapa saja yang pernah melakukan interaksi seksual, terutama interaksi seksual di luar nikah serta pernah menggunakan jarum injeksi yang nir steril atau pernah menggunakan Narkoba jarum injeksi dianjurkan untuk mempelajari status HIVnya. Karena semakin dini pasien HIV diberikan obat anti virus (ARV) semakin cepat menurunkan jumlah virus serta mengurangi potensi penularan serta tentu kepada akhirnya menaikkan kualitas hidup orang bersama HIV tersebut

Gonta-ganti pasangan bukan merupakan budaya tapi merupakan kebiasaan serta tentunya kebiasaan buruk. Risiko gonta-ganti pasangan bukan saja kepada prianya tapi pula wanitanya, ketika seseorang wanita dirayu sang uang serta harta serta mengikuti cita-cita insting seks yang memberi uang, sebenarnya para wanita tersebut pula sudah berisiko untuk tertular penyakit asal laki-laki tersebut, begitu pula sebaliknya ketika si pria berafiliasi bersama wanita yang gampang diraih bersama rayuan uang atau harta, laki-laki tersebut pula harus sadar mungkin para wanita tersebut baru saja jatuh asal pelukan laki-laki lain yang belum kentara status HIVnya.

Bagi yang belum terjebak asal kebiasaan gonta-ganti pasangan sebaiknya nir berafiliasi seks sebelum menikah serta tetap setia bersama satu pasangan supaya nir terjebak kebiasaaan gonta-ganti pasangan yang beriko penyakit yang berat serta mematikan walau kesenangan tersebut bisa diraih bersama gampang.

Salam sehat,

Dr. Ari Fahrial Syam

Related Posts:

0 Response to "Gonta-ganti Pasangan serta Risiko Penyakit Mematikan"

Posting Komentar